kelvinsusanto Moderator
Posts : 80 Points : 164 Rating : 4 Join date : 2010-07-19 Age : 28 Location : modernland,Tangerang
| Subject: bisa apa aku ? Thu Aug 05, 2010 8:29 pm | |
| Lagi-lagi aku menangis malam ini di kamarku. Aku menangis meratapi nasib. Aku bosan menangis. Tapi cuma inilah yang mampu menguatkan aku. Hanya ini yang bisa meredakan gundahku. Setelah kematian Ibu dan bapakku delapan tahun yang lalu, aku sering menangis. Tapi inilah kekuatanku. Bisa apa aku?, aku cuma seorang baby sitter. Pikiranku pun menerawang ke masa lalu. Tepatnya tujuh tahun yang lalu.
****
Kecelakaan motor menewaskan kedua orang tuaku. Aku akhirnya tinggal dengan budhe di Cirebon. Saat itu aku berusia sembilan tahun. Budheku itu sangat baik. Aku betah tinggal bersamanya, namun karena aku sudah beranjak dewasa, aku ingin menghasilkan uang sendiri sehingga tak lagi merepotkan budhe. Berbekal ijazah SMP, aku berusaha mencari pekerjaan. Budheku hanya penjual nasi di pasar, dia tak mampu menyekolahkanku SMA. Tapi tak apa, toh budhe sudah sangat baik merawatku sekarang. Susah mencari kerja, semuanya menyaratkan ijazah SMA bahkan ijazah S1 yang itu cuma angan-angan buatku.
Beruntung, ada informasi dari Bulik Marni, tetangga budheku tentang yayasan yang merekrut orang-orang seperti aku untuk menjadi baby sitter atau pembantu rumah tangga. Tanpa pikir panjang aku pun mendaftar. Prosesnya pun tak lama, seminggu kemudian aku dipanggil kembali oleh yayasan dan diberikan training untuk menjadi baby sitter. Tak perlu menunggu lama, Ibu pengurus yayasan memberitahukan bahwa akan ada majikan yang mempekerjakan aku. Oleh pengurus Ibu pengurus yayasan ini aku dibawa ke Jakarta. Disini aku diserahkan ke yayasan lain yang lebih besar. Di kantor yayasan Jakarta ini, aku lagi-lagi diberikan training untuk menjadi baby sitter. Tidak susah bagiku untuk belajar banyak materi tentang bayi dan balita.
****
Hari pertama di rumah majikan baru, namanya Ibu Shinta. Rumahnya sangat besar dan megah. Aku mendapat kamar berukuran 2 m x 3 m yang terletak di ujung rumah dan menurutku cukup nyaman. Ibu Shinta memiliki 3 orang anak, dan tugasku adalah mengasuh anaknya yang terakhir yang menurutku sangat lucu. Rendra, demikian anak itu dipanggil. Ibu Shinta baik padaku, meskipun dia sangat cerewet jika berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Rendra. Aku menyayangi Rendra seperti aku menyayangi adikku sendiri. Apalagi aku adalah seorang baby sitter. Aku berusaha sebaik mungkin dan sesempurna mungkin dalam merawatnya. Namun ada banyak hal yang sulit aku mengerti, kenapa Bu Shinta selalu memarahi aku akan suatu hal yang belum tentu aku salah.
Pernah pada suatu hari Ibu Shinta habis-habisan memarahi aku karena si kecil Rendra tak kunjung berhenti menangis. Demamnya pun tinggi. Bu Shinta menuduhku memberikan makanan yang salah, menyajikan makanan yang tidak bersih dan tuduhan-tuduhan lainnya. Aku ingin menyanggah dan membela diri bahwa semua yang dia tuduhkan tidak benar. Namun, bisa apa aku?, aku cuma seorang baby sitter. Beberapa hari kemudian, barulah terjawab alas an demam si kecil Rendra, ternyata giginya tumbuh. Fiuuh, lega rasanya hatiku karena semua yang dituduhkan padaku itu tidak benar. Namun, meskipun kebenaran telah terungkap tak ada kata maaf terluncur dari bibir ibu Shinta atas tuduhannya yang tak benar kepadaku itu.
Sore ini, Ibu Shinta bersama keluarga pergi ke salah satu pusat perbelanjaan. Ibu Shinta mengajakku. Aku mengenakan seragam berwarna pink yang menunjukkan identitasku sebagai baby sitter. Sambil menggendong si keci Rendra aku pun selalu mengikuti kemana keluarga ini berjalan. Si kecil Rendra sedang rewel sore ini, entah kenapa dia tak mau tenang di gendongan. Sambil melihat-lihat pemandangan di sekitar pertokoan ini, akupun berusaha menenangkan Rendra yang berada dalam gendonganku. Aku memberinya mainan agar dia tenang.
Ibu Shinta terus berjalan sambil teru memilih dan membeli barang di pertokoan ini. Sesekali dia memanggil dan melirik Rendra yang berada dalam gendonganku. Rendra masih rewel dan dia tak mau tenang dalam gendongan, tapi aku terus berusaha menenangkannya dan terus mengikuti kemana Ibu Shinta berjalan. Ibu Shinta bergerak ke arah tangga berjalan atau orang menyebutnya escalator. Akupun mengikutinya. Tiba-tiba saat menaiki tangga berjalan, Rendra berontak dan aku tak tahu mengapa. Aku kehilangan keseimbangan. Aku dan Rendra pun terjatuh. Aku memeluk Rendra sekuatnya untuk melindunginya. Tubuh kami berdua terguling ke dasar tangga.
Ibu Shinta pun berteriak, berlari melawan arah tangga berjalan itu menghampiri kami berdua. Aku kesakitan, dan Rendra yang menangis kencang. Ibu Shinta langsung mengulurkan tangannya untuk mengambil Rendra dari pelukanku dan berusaha menenangkan tangisnya. Aku kesakitan, tapi tak ada yang peduli.
Sesampainya di rumah, Ibu Shinta memarahiku habis-habisan. Dituduhnya aku teledor, dan terlalu asyik menikmati pemandangan di pusat pertokoan itu. Aku hanya bisa diam saja. Aku ingin teriak sebisa mungkin, ingin membela diri. Aku ingin berkata bahwa itu semua tidak sengaja. Tapi aku hanya bisa diam menerima semua tuduhan Ibu Shinta. Bisa apa aku? Aku cuma Baby sitter. | |
|